Di tengah kengerian tenggelamnya RMS Titanic di tahun 1912, terselip kisah pilu Masabumi Hosono. Sebagai satu-satunya penumpang Jepang di atas kapal naas itu, Hosono berhasil selamat. Namun, alih-alih rasa syukur, kepulangannya ke Jepang justru diwarnai hinaan dan cemoohan.

Tragedi Titanic bagaikan pisau bermata dua bagi Hosono. Di satu sisi, ia beruntung bisa lolos dari maut. Di sisi lain, ia harus menanggung stigma dan aib yang menorehkan luka mendalam sepanjang hidupnya.

Kisah Hosono menjadi pengingat kelam bahwa di balik tragedi besar, terdapat sisi lain yang tak kalah tragis. Tragedi Titanic tak hanya merenggut nyawa, tetapi juga menorehkan luka dan stigma bagi mereka yang selamat.

Dihina Karena Selamat

Hosono, seorang pengusaha Jepang, saat itu menjadi satu-satunya penumpang asal Jepang di atas Titanic. Ia berhasil selamat menaiki sekoci penyelamat bersama perempuan dan anak-anak. Namun, alih-alih rasa syukur, kepulangannya ke Jepang justru diwarnai hinaan dan cemoohan.

Media massa Jepang kala itu mencap Hosono sebagai pengecut dan tidak bermoral. Ia dikecam karena tidak gugur dengan membawa kehormatan bersama para pria lainnya, dan dianggap melanggar prinsip kesatria Jepang yang menjunjung tinggi pengorbanan diri. “Pengecut Loe!”

Nilai-Nilai Kesopanan Dan Pengorbanan.

Sungguh ini aneh dan mengesalkan sebagai kita orang Indonesia. Alasan di balik hinaan tersebut adalah budaya Jepang saat itu yang sangat menjunjung tinggi nilai-nilai kesopanan dan pengorbanan.

Bagi banyak orang Jepang, para pria yang gugur di Titanic dianggap sebagai pahlawan yang telah menunjukkan keberanian dan kehormatan. Di sisi lain, Hosono yang selamat dianggap sebagai pengecut yang telah meninggalkan nilai-nilai tersebut.

Hosono mengalami depresi akibat hinaan tersebut dan bahkan kehilangan pekerjaannya. Ia kemudian mengasingkan diri ke pedesaan dan meninggal dunia di tahun 1991 dalam kesepian. 

Penderitaan Akibat Stigma Sosial

Kisah Hosono menjadi contoh bagaimana tragedi dapat memiliki dampak yang kompleks dan berkepanjangan. Di balik cerita tentang keberanian dan pengorbanan, terdapat pula sisi kelam yang tak jarang terabaikan. Tragedi Titanic tidak hanya merenggut nyawa, tetapi juga meninggalkan luka dan stigma bagi mereka yang selamat.

Baru di tahun 1997, kisah Hosono mulai terungkap kembali. Catatannya tentang pengalamannya di Titanic diterbitkan oleh keluarganya, dan publik mulai melihatnya dari sudut pandang yang berbeda. Hosono kini dikenang sebagai korban tragedi yang juga mengalami penderitaan akibat stigma sosial.

Kisah Hosono mengingatkan kita bahwa di balik setiap peristiwa besar, terdapat kisah individu dengan lika-liku dan kompleksitasnya masing-masing. Penting untuk memahami berbagai sudut pandang dan tidak mudah menghakimi orang lain atas tindakan mereka, terutama dalam situasi yang penuh tekanan dan penuh duka seperti tragedi Titanic.

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama