Seringkali kita mendengar anggapan bahwa sekolah adalah satu-satunya jalan menuju “Aku pintar”. Namun, apakah benar demikian? Kecerdasan yang berlabel ‘pintar’ bukanlah sekadar kemampuan menghafal. Kecerdasan manusia jauh lebih kompleks dan beragam. Karena itu banyak dari kita sangat penasaran dengan: sudah sekolah, tapi kok bisa masih bodoh.

Memang nyatanya dunia pendidikan saat ini melekat dengan budaya menghafal saja. Dan standar kelulusan atau peringkat juga, berdasarkan nilai dari hasil ulangan. Hello! Hafalan bukanlah satu kecerdasan.

Jika hafalan mereka anggap kecerdasan, maka ‘komputer mini’ misalnya, lebih cerdas dari pada kita manusia. Komputer mampu merekam banyak memori tanpa harus mengulang-ulang demi menghafal dan tidak pula bisa lupa, kecuali error atau rusak.

Kecerdasan memang bukan sekadar menghafal tapi tercipta dari ilmu yang diamalkan. Menerapkan dan beramal dengan ilmu dalam kehidupan nyata adalah kunci utama untuk mengembangkan kecerdasan yang sejati.

 

Sekolah Tapi Tetap Saja Bodoh

Bapak, Ibu, tidak ada satu orang pun yang bodoh di dunia ini. Yang ada adalah orang tersebut mengetahui ‘lebih lama’ dari orang lainnya. Setiap individu dilahirkan dengan cetak biru genetik yang unik, layaknya sidik jari.

Cetak biru ini membentuk dasar dari potensi dan kemampuan, sama seperti bunga yang mekar dengan warna dan bentuk yang berbeda-beda. Begitu pula dengan manusia yang memiliki kecerdasan, minat, bakat yang beragam.

Bisa saja kecerdasan logika-matematika, bahasa, ruang, hingga kecerdasan interpersonal dan intrapersonal, setiap orang berbeda-beda dengan beberapa kombinasi yang unik.

 

Keunikan ini adalah kekayaan yang tak ternilai.

Tugas kita, cukup menemukan dan mengembangkan potensi yang terpendam.

Beberapa anak mungkin lebih mudah memahami konsep abstrak, sementara yang lain lebih unggul dalam pembelajaran melalui pengalaman konkret. Ini menunjukkan bahwa potensi setiap individu sudah mulai terbentuk sejak dini, dan akan terus berkembang seiring waktu.

Meskipun genetik memainkan peran penting dalam membentuk potensi, lingkungan memiliki pengaruh juga. Keluarga, sekolah, dan masyarakat secara keseluruhan menciptakan lingkungan yang merangsang atau bisa jadi menghambat.

 

Tidak Pintar = Tidak Berbakat + Tidak Punya Potensi

Setiap individu memiliki jalan hidup yang unik. Mencoba menjadi seperti orang lain adalah seperti memaksakan sepatu orang lain ke kaki kita. Sepasang sepatu yang pas untuk seseorang belum tentu nyaman untuk orang lain.

Begitu pula dengan potensi dan bakat.

Ketika kita berusaha menjadi seperti orang lain, kita justru mengabaikan kekuatan dan keunikan yang kita miliki. Dengan fokus pada pengembangan potensi diri, kita tidak hanya akan merasa lebih bahagia dan puas, tetapi juga memberikan kontribusi yang lebih berarti bagi dunia.

 

Padahal Ada Modal

Sebagai makhluk ciptaan Tuhan, kita masing-masing dianugerahi keunikan yang tak ternilai. Kecerdasan genetik adalah bagian dari fitrah kita, sebuah potensi yang telah tertanam sejak lahir, awal dari kehidupan.

Sayangnya, dalam hiruk pikuk kehidupan, kita seringkali melupakan anugerah tersebut. Terlena dengan standar-standar yang di buat oleh masyarakat, sehingga lupa untuk menggali potensi sejati yang telah di berikan kepada kita.

Bagai burung yang memiliki sayap. Kita telah di ciptakan dari tempat yang tinggi kemudian di turunkan ke dunia. Agar kita tidak terjatuh, kamu hanya perlu "terbang" mengepakkan sayap. Fly, fly.

Burung tak akan pernah jatuh jika terus terbang. Sama hal nya dengan diri kamu. Kamu tak kan pernah jatuh jika terus menggunakan sesuatu yang kamu miliki, yang memang itu potensi asli dari dirimu sendiri.

Aku di titipkan sesuatu yang aku punya saat ini.

 

Tapi, Aku Tetap Saja Terjatuh

Setiap manusia memiliki potensi untuk mencapai self-actualization, yaitu realisasi diri yang optimal. Ketika kita tidak berusaha untuk mengembangkan potensi, ini pasti menghambat pertumbuhan diri. Akibatnya? kamu akan jatuh, kehilangan jati diri, atau merasa bodoh mungkin.

Kebodohan adalah musuh terbesar dari self-actualization, karena menghambat untuk mencapai potensi penuh kita, akar dari kemiskinan dan kemunduran peradaban. Ingat, potensi itu tidak akan terwujud dengan sendirinya.

 

Itu terjadi karena

Ijazah hanyalah tanda bahwa orang itu pernah sekolah, kuliah, atau lainnya. Bukan tanda bahwa “Aku pintar dong”. Sekolah hanya mengajarkan sebagian kecil dari apa yang kita butuhkan. Dan itu terjadi karena:

  • Setiap orang memang membaca, tapi ia tidak memahami “Apa itu?”;
  • Sekalipun ia memahami, tapi sejatinya tidak melakukan, apalagi diterapkan;
  • Dan ketika itu dilakukan, ia gagal mengajarkan.

 

Yups, kita lupa untuk mengajarkan, menjadi manfaat bagi lainnya.

Sekolah hanyalah tempat berkumpul untuk mencari ilmu pengetahuan, bukan pendidikan itu sendiri. Dunia di luar sana, terdapat perpustakaan besar "bahan kamu tak akan sanggup merangkumnya", penuh dengan pengetahuan dan pengalaman.

Pelajari alam. Pelajari sesuatu secara luas. Agak kelak kita lebih bermandiri dan berdaya pikir sendiri.

 

Pada Akhirnya Kita Pun Sama

Dalam psikologi positif, konsep "flow" mengacu pada keadaan di mana seseorang merasa sangat terlibat dan termotivasi dalam suatu aktivitas. Belajar, misalnya. Kita akan mengalami "flow" ketika kita melakukan sesuatu yang sesuai dengan minat dan bakat kita.

Ketika kita ‘terpaksa’ untuk melakukan sesuatu yang tidak kita suka “bermain musik, misalnya” kita akan merasa tertekan. Dengan kata lain, kesuksesan dalam satu hal, datang dan pergi ketika kita mengikuti passion itu sendiri.

Tapi kan itu konsep.

 

Pada akhirnya kita semua sama. Sama-sama mencari. Ada banyak penyakit mematikan yang menular saat ini, yaitu kebodohan dan kemiskinan. Yakinkan dirimu! “kita tidak bodoh, kita tidak miskin”. Kebodohan dan kemiskinan dibuat oleh sistem dan orang-orang di sekitar kita.

Tidak tahu dan tidak punya.

Pakaianmu tidak bermerek apakah berarti miskin? Tidak bisa Matematika apakah artinya bodoh?

Tidak ada orang yang bodoh dan miskin. Yang ada hanyalah kita belum menemukan "potensi yang original" dan tidak memprogram pikiran untuk lebih mendalami hal tersebut. Itu sama halnya, ketika banyak orang berbondong-bondong berpuasa, lalu mengapa kamu takut lapar.

 

Salam Dyarinotescom.

 

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama